Monday, 17 January 2022
"It’s important to follow your dreams and heart. Do something that excites you."
–Sundar Pichai–
Indikator
Global Market
Bank Dunia (World Bank) optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa mencapai 5,2%. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 diperkirakan melambat lagi ke level 5,1%. Dalam laporan bertajuk Global Economic Prospects, World Bank menyebut ada tiga risiko utama yang berpotensi menekan ekonomi global, termasuk Indonesia, pada 2022 dan 2023. Pertama, risiko pandemi Covid-19 makin kuat di negara-negara yang memiliki tingkat vaksinasi dan tingkat pengetesan Covid-19 yang rendah. Kedua, risiko inflasi yang tinggi di berbagai negara karena gangguan rantai pasok dan kekurangan pasar tenaga kerja yang mendorong lonjakan inflasi pangan dan energi. Ketiga, risiko melambatnya pertumbuhan ekspor karena permintaan global yang lebih lemah, gangguan pasokan, kekurangan tenaga kerja, sehingga ada peningkatan biaya pengiriman.
Thailand telah melaporkan kematian pertamanya akibat varian virus corona Omicron yang sangat menular. Mengutip Reuters dari Kontan, kematian seorang wanita berusia 86 tahun dari provinsi selatan Songkhla, terjadi setelah Thailand mendeteksi kasus Omicron pertamanya bulan lalu yang menyebabkan diberlakukannya kembali karantina wajib COVID-19 bagi pengunjung asing.
Indonesia
Level Credit Default Swap Indonesia dalam tren naik. Ini menunjukkan persepsi investor terhadap risiko investasi di Indonesia juga memburuk. Level CDS dalam tren naik setelah The Federal Reserve (The Fed) mengumumkan rencana tapering dan kenaikan suku bunga lebih cepat. Analis tetap optimistis kenaikan CDS tersebut tidak mengindikasikan kinerja pasar obligasi akan tertekan. Ia menilai pasar obligasi dalam negeri masih kondusif, dengan dukungan likuiditas domestik yang masih tinggi.
Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga acuan jelang Rapat Dewan Gubernur (RDG). Hal itu dikarenakan inflasi Indonesia yang belum naik signifikan jika dibandingkan dengan inflasi Amerika Serikat (AS) yang mana The Fed di tahun ini berencana menaikkan suku bunga acuannya. Selain itu, faktor lainnya dari rilis data ekspor impor yang akan dirilis pekan ini. Berdasarkan Trading Economic untuk data ekspor impor mengalami penurunan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Neraca perdagangan diperkirakan masih surplus pada akhir 2021. Hanya saja, surplus neraca perdagangan berpotensi menyusut dari bulan sebelumnya. Nilai ekspor diperkirakan tumbuh 2,0% mom pada bulan Desember 2021, atau secara tahunan diperkirakan tumbuh 40,9% yoy. Peningkatan ekspor ini masih didorong oleh peningkatan harga batubara dan harga aluminium yang berada di kisaran 7% mom hingga 8% mom. Dari sisi impor, diperkirakan impor meroket 10,0% mom dan bila dibandingkan dengan bulan Desember 2020, nilai impor diperkirakan tumbuh hingga 47,3% mom.
Sumber data : Bloomberg dan Infovesta (Closing Market).
Disclaimer : Dokumen ini tidak diperuntukan sebagai suatu penawaran, atau permohonan dari suatu penawaran, permintaan untuk membeli atau menjual efek dan segala hal yang berhubungan dengan efek. Seluruh informasi dan opini yang terdapat dalam dokumen ini dengan cara baik telah dihimpun dari atau berasal dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan diandalkan. Tidak ada pengatasnamaan atau jaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari BNI termasuk pihak-pihak lain dari Grup BNI dari mana dokumen ini dapat diperoleh, terhadap keakuratan atau kelengkapan dari informasi yang terdapat dalam dokumen ini. Seluruh pendapat dan perkiraan dalam laporan ini merupakan pertimbangan kami pada tanggal tertera dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
Investment Specialist : Tristian Kurniawan, Panji Tofani, Edo Yonathan, Rynaldi Kresna Adiprana.