Rabu, 6 April 2022
"Never depend on single income. make investment to create a second source."
–Warren Buffet–
Indikator
Global Market
Bursa saham Amerika Serikat (AS) melemah pada penutupan perdagangan Selasa (5/4/2022), setelah pejabat Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menyatakan akan mengetatkan moneter secara agresif yang dapat memicu kembali kekhawatiran akan terjadinya resesi. Koreksi terjadi setelah Gubernur Federal Reserve Lael Brainard mengatakan bahwa pihaknya perlu menurunkan neracanya untuk menekan laju inflasi. Bank Sentral The Fed, perlu secara bertahap mendongkrak suku bunga acuan (Fed Funds Rate). Komen tersebut membuat imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun-yang menjadi acuan pasar-melesat ke 2,56% yang merupakan tertinggi sejak Mei 2019 dikutip CNBC International.
Sanksi Barat yang dikenakan pada Rusia atas invasinya ke Ukraina telah memotong Moskow dari sistem keuangan global hampir setengah dari cadangan emas dan valuta asingnya senilai $ 640 miliar. Oleg Tishakov, anggota dewan Sistem Pembayaran Kartu Nasional, mengatakan bahwa Rusia menghadapi kekurangan microchip karena manufaktur Asia menangguhkan produksi di tengah pandemi virus corona dan pemasok Eropa telah berhenti bekerja sama dengan Moskow menyusul sanksi yang diberikan terhadap Rusia. Beberapa Bank terbesar Rusia tidak lagi memiliki akses ke sistem pesan perbankan global SWIFT, kartu pembayaran internasional Visa dan Mastercard telah berhenti melayani rekening Rusia di luar negeri.
Indonesia
Derasnya arus masuk dana asing membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat di sepanjang tahun 2022. Secara Year To Date (YTD) asing mencatatkan pembelian bersih di pasar saham senilai Rp 34,83 triliun. IHSG sukses menguat 8,61% Secara Year To Date (YTD) menembus level 7.148 dan ini menjadi level tertinggi sepanjang sejarah All Time High (ATH) IHSG. Masuknya dana asing tersebut lebih banyak dibelanjakan untuk saham-saham dengan kapitalisasi pasar besar (big cap), seperti saham perbankan dan saham-saham komoditas lainnya juga mampu mendorong daya tarik investor asing untuk memburu pasar saham Indonesia, karena dipicu dengan kenaikan harga komoditas akibat dari commodity supercycle serta tensi geopolitik yang tinggi menjadi keuntungan sendiri bagi Indonesia. Adapun komoditas tersebut yakni batubara, nikel, dan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO).
Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan selasa (05/04/22), di tengah kekhawatiran adanya potensi resesi di beberapa negara maju, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Mayoritas investor kembali ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan menurunnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 3, 5, dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield dan melemahnya harga. Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali melemah 0,2 bp di level 6,749% pada perdagangan Selasa (05/04/22).
Sumber data : Bloomberg Closing Price dan CNBC.
Disclaimer : Dokumen ini tidak diperuntukan sebagai suatu penawaran, atau permohonan dari suatu penawaran, permintaan untuk membeli atau menjual efek dan segala hal yang berhubungan dengan efek. Seluruh informasi dan opini yang terdapat dalam dokumen ini dengan cara baik telah dihimpun dari atau berasal dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan diandalkan. Tidak ada pengatasnamaan atau jaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari BNI termasuk pihak-pihak lain dari Grup BNI dari mana dokumen ini dapat diperoleh, terhadap keakuratan atau kelengkapan dari informasi yang terdapat dalam dokumen ini. Seluruh pendapat dan perkiraan dalam laporan ini merupakan pertimbangan kami pada tanggal tertera dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
Investment Specialist : Tristian Kurniawan, Panji Tofani, Edo Yonathan, Rynaldi Kresna Adiprana, Fetie Nilasari. Alvin Tejo S, Kemal Riayadsyah, Vhannya. B. Fitrah.