Friday, 23 September 2022
“You don’t get what you expect, you get what you inspect.”
-Alan Jope (CEO of Unilever)-
Indikator
Global Market
Bursa ekuitas Wall Street melemah pada hari Kamis, terkoreksi untuk sesi ketiga berturut-turut setelah investor bereaksi terhadap langkah agresif terbaru Federal Reserve untuk mengendalikan inflasi dengan melepas saham growth, termasuk perusahaan teknologi. Seperti yang diketahui, pada hari Rabu, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin sesuai ekspektasi pasar. Proyeksi The Fed untuk pertumbuhan ekonomi yang dirilis hari Rabu juga menarik perhatian, dengan pertumbuhan hanya 0,2% tahun ini, naik menjadi 1,2% pada 2023. Sektor teknologi di dalam indeks S&P 500 merosot 28% sepanjang tahun ini, dibandingkan penurunan 21,2% dari keseluruhan sektor di indeks benchmark tersebut.
Bursa ekuitas Eropa terkoreksi pada hari Kamis, karena kekhawatiran resesi meningkat setelah Federal Reserve kembali menaikkan suku bunga yang agresif dalam perjuangannya melawan inflasi. Penurunan tersebut dipimpin saham teknologi dan real estate yang sensitif terhadap suku bunga, yang masing-masing merosot lebih dari 4%, dengan yang terakhir mencapai posisi terendah lebih dari dua tahun. Anggota dewan Bank Sentral Eropa, Isabel Schnabel, mengatakan suku bunga perlu terus naik karena inflasi masih terlalu tinggi, bahkan ketika zona Eropa menghadapi penurunan ekonomi. Data yang dirilis pada hari Kamis menunjukkan indeks kepercayaan konsumen zona Eropa jatuh lebih dari ekspektasi di 3,8 poin pada bulan September dari bulan sebelumnya.
Pasar saham Asia, diukur dengan Indeks MSCI saham Asia (di luar Jepang) turun 1,4% ke level terendah dua tahun meskipun menemukan beberapa dukungan setelah Bank of Japan tetap pada kebijakan dovish- nya. Investor khawatir oleh prospek agresif kenaikan suku bunga Federal Reserve dan bersiap untuk kenaikan lebih lanjut di seluruh Eropa di kemudian hari. Aset berisiko Asia, terutama perusahaan yang berorientasi ekspor, akan tetap berada di bawah tekanan dalam jangka pendek menyusul kenaikan suku bunga Fed, menurut JPMorgan Asset Management.
Indonesia
Bank Indonesia (BI) kemarin memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25%, dengan suku bunga deposit facility naik menjadi 3,5% dan suku bunga lending facility menjadi 5%. Dengan kenaikan suku bunga ini, maka emiten dari sektor perbankan diuntungkan karena margin antara bunga kredit dan bunga deposito akan semakin lebar. Sektor perbankan bahkan disebut menjadi salah satu sektor yang cukup resilience. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan suku bunga acuan ini merupakan langkah front-loaded, pre-emptive, dan forward looking dalam menurunkan ekspektasi inflasi.
Sumber data : Bloomberg dan Infovesta.
Disclaimer : Dokumen ini tidak diperuntukan sebagai suatu penawaran, atau permohonan dari suatu penawaran, permintaan untuk membeli atau menjual efek dan segala hal yang berhubungan dengan efek. Seluruh informasi dan opini yang terdapat dalam dokumen ini dengan cara baik telah dihimpun dari atau berasal dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan diandalkan. Tidak ada pengatasnamaan atau jaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari BNI termasuk pihak-pihak lain dari Grup BNI dari mana dokumen ini dapat diperoleh, terhadap keakuratan atau kelengkapan dari informasi yang terdapat dalam dokumen ini. Seluruh pendapat dan perkiraan dalam laporan ini merupakan pertimbangan kami pada tanggal tertera dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
Investment Specialist : Tristian Kurniawan, Panji Tofani, Edo Yonathan, Rynaldi Kresna, Fetie Nilasari, Alvin Tejo, Kemal Riayadsyah, Vhannya B. Fitrah, Yully, Lexy Julinar.