Wednesday, 28 September 2022
“There is nothing impossible to him who will try.”
-Alexander The Great (former King of Macedonia)-
Indikator
Global Market
Wall Street tenggelam lebih dalam ke area bear market pada hari Selasa, dengan indeks S&P 500 mencatat penutupan terendah dalam hampir dua tahun karena pembuat kebijakan Federal Reserve menunjukkan keinginan untuk agresif menaikkan suku bunga, bahkan dengan risiko melemparkan ekonomi ke jurang resesi. Indeks S&P 500 merosot selama enam sesi berturut-turut, penurunan beruntun terpanjang sejak Februari 2020. Berbicara pada hari Selasa, Presiden The Fed St. Louis, James Bullard, membuat alasan untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut, sementara Presiden The Fed Chicago, Charles Evans, mengatakan bank sentral perlu menaikkan suku setidaknya satu poin persentase tahun ini dari posisi sekarang 3,25%.
Bursa ekuitas Eropa terkoreksi pada hari Selasa, memperpanjang aksi jual didorong meningkatnya ketakutan resesi di tengah pengetatan kebijakan yang agresif oleh bank sentral. Keuntungan di saham tambang, energi dan healthcare diimbangi penurunan tajam di perbankan dan utilitas. Goldman Sachs memperkirakan Bank Sentral Eropa akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada dua pertemuan berikutnya.
Market saham daratan China menguat pada Selasa (27/9) sore. Sementara saham di Asia-Pasifik sebagian besar ditutup lebih tinggi setelah tergerus tajam pada hari Senin. Kantor berita resmi China, Xinhua, mengatakan People's Bank of China (bank sentral China) mengguyur likuiditas 175 miliar Yuan (sekitar $ 24,7 miliar) dalam instrumen reverse repo untuk menjaga likuiditas dalam sistem perbankan, setelah kasus kredit macet sektor properti di sana. Bank Dunia telah memangkas perkiraan pertumbuhan setahun penuh 2022 untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik menjadi 3,2% dari prediksi April sebesar 5%. Menurut Bank Dunia pertumbuhan yang melambat sebagian besar disebabkan oleh China. Bank Dunia juga memangkas perkiraan 2022 untuk negara tersebut menjadi 2,8% dari 5%. Namun, Bank Dunia memperkirakan China akan tumbuh 4,5% pada tahun 2023.
Indonesia
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan hari Selasa di zona merah. IHSG terpantau mengalami koreksi 0,21% di 7.112,44. Sempat jatuh ke level 7.000-an di sesi pertama, IHSG sukses memangkas koreksi di sesi kedua dan berhasil bertahan di atas level 7.100. Hingga kemarin sentimen utama masih didominasi oleh keputusan hasil rapat pejabat bank sentral serta proyeksi yang mengejutkan dari suku bunga The Fed. Potensi resesi global semakin nyata. Pelaku pasar khawatir akan perekonomian global yang kembali lesu ke depannya, namun dilihat dari sudut pandang manapun Indonesia masih lebih baik kondisi ekonominya secara makro dibanding negara lain, terutama negara maju.
Sumber data : Bloomberg dan Infovesta.
Disclaimer : Dokumen ini tidak diperuntukan sebagai suatu penawaran, atau permohonan dari suatu penawaran, permintaan untuk membeli atau menjual efek dan segala hal yang berhubungan dengan efek. Seluruh informasi dan opini yang terdapat dalam dokumen ini dengan cara baik telah dihimpun dari atau berasal dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan diandalkan. Tidak ada pengatasnamaan atau jaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari BNI termasuk pihak-pihak lain dari Grup BNI dari mana dokumen ini dapat diperoleh, terhadap keakuratan atau kelengkapan dari informasi yang terdapat dalam dokumen ini. Seluruh pendapat dan perkiraan dalam laporan ini merupakan pertimbangan kami pada tanggal tertera dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
Investment Specialist : Tristian Kurniawan, Panji Tofani, Edo Yonathan, Rynaldi Kresna, Fetie Nilasari, Alvin Tejo, Kemal Riayadsyah, Vhannya B. Fitrah, Yully, Lexy Julinar.