Thursday, 23 September 2021
"If you only do what you have to do, you will always have to do what you are told to do."
–Mark Cuban–
Indikator
Global Market
Sinyal tapering semakin dekat. The Fed menegaskan akan mulai melakukan program pengurangan obligasi itu November tahun ini dan menyelesaikan prosesnya pertengahan tahun 2022. Tapering bisa dimulai setelah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed, 2-3 November, dengan syarat selama pertumbuhan pekerjaan AS hingga September cukup kuat.
The Fed pun mengisyaratkan akan ada kenaikan suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan. Secara garis besar, ekonomi ke depan dipandang terus membaik sehingga 'stimulus' yang selama ini diberikan bisa dikurangi. Sementara itu, dari rapat yang berakhir Rabu malam tadi, suku bunga acuan masih ditahan di kisaran 0-0,25 persen. Pembelian obligasi dan sekuritas berbasis hipotek masih akan dilanjutkan.
People's Bank of China (PBOC) telah menyuntikkan uang tunai sebanyak 90 miliar yuan ke dalam sistem perbankan demi meredakan kekhawatiran atas penularan krisis utang Evergrande. Langkah Bank Sentral China itu menandakan dukungan untuk pasar. Sementara Evergrande berjanji akan bisa keluar dari momen tergelapnya. Evergrande merupakan penerbit junk bond terbesar di Asia dan sangat terikat dengan ekonomi China yang lebih luas. Keterlambatan pembayaran utangnya menggelisahkan pasar saham dan obligasi global karena dapat memicu cross-default.
Indonesia
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 menjadi 3,7% yoy. Padahal sebelumnya, lembaga tersebut optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berada di kisaran 4,7% yoy. Dalam laporan terbarunya, OECD mengatakan bahwa pemulihan ekonomi global terus berlanjut. Hanya, pemulihan ekonomi negara berkembang, termasuk Indonesia, nampak tak secepat negara maju karena masih adanya Covid-19.
Persepsi risiko terhadap Indonesia yang tercermin dari level Credit Default Swap (CDS) kembali naik. Berdasarkan Bloomberg, level CDS Indonesia untuk tenor 5 tahun berada di 80,20 pada Selasa, angka tersebut naik tajam dibanding posisi akhir pekan lalu yang masih di level 69. Terdapat dua hal yang membuat CDS Indonesia mengalami kenaikan. Salah satunya, rencana tapering-off Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve. The Fed diharapkan memberikan klarifikasi dan timing atas rencana tapering. Jika teknis tapering sudah jelas, level CDS Indonesia akan berangsur turun. Apalagi, kondisi fundamental Indonesia saat ini solid dan akan meningkatkan kepercayaan investor terhadap persepsi risiko investasi di Indonesia. Di saat yang sama, muncul sentimen risiko gagal bayar Perusahaan properti besar di China, Evergrande di awal pekan ini. Risiko gagal bayar yang bisa berdampak pada total liabilitas Evergrande yang mencapai US$ 300 miliar, menyebabkan ketidakpastian pasar. Karena itu, pelaku pasar memilih risk off terlebih dahulu.
Sumber data : Bloomberg dan Infovesta (data Closing Market 22 September 2021).
Disclaimer : Dokumen ini tidak diperuntukan sebagai suatu penawaran, atau permohonan dari suatu penawaran, permintaan untuk membeli atau menjual efek dan segala hal yang berhubungan dengan efek. Seluruh informasi dan opini yang terdapat dalam dokumen ini dengan cara baik telah dihimpun dari atau berasal dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan diandalkan. Tidak ada pengatasnamaan atau jaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari BNI termasuk pihak-pihak lain dari Grup BNI dari mana dokumen ini dapat diperoleh, terhadap keakuratan atau kelengkapan dari informasi yang terdapat dalam dokumen ini. Seluruh pendapat dan perkiraan dalam laporan ini merupakan pertimbangan kami pada tanggal tertera dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
Investment Specialist : Samuel Panjaitan, Tristian Kurniawan, Panji Tofani, Edo Yonathan, Rynaldi Kresna Adiprana.