Thursday, 28 October 2021
"Only buy something that you’d be perfectly happy to hold if the market shuts down for ten years."
–Warren Buffett–
Indikator
Global Market
Hubungan Amerika Serikat (AS) dan China bisa kembali memanas. Penyebabnya, keputusan pemerintahan Joe Biden yang mengambil tindakan untuk mengusir raksasa telekomunikasi asal China dari negaranya. Perusahaan itu adalah China Telecom yang harus menghentikan semua layanannya di AS dalam waktu 60 hari. Lagi-lagi alasannya karena berhubungan dengan pemerintah China. Pejabat AS mengatakan kontrol China pada Perusahaan itu dapat membuka kesempatan 'mengarahkan, menyimpan, mengganggu, dan atau salah mengarahkan komunikasi AS'. Bahkan pejabat AS itu menuding China Telecom bisa terlibat aktivitas spionase serta kegiatan berbahaya lain pada AS.
Induk usaha Google, Alphabet Inc, melaporkan laba dan pendapatan untuk kuartal ketiga tahun ini, yang melampaui perkiraan analis. Hal tersebut menyebabkan saham Perusahaan induk Youtube yang diperdagangkan di Bursa Nasdaq AS ini mengalami kenaikan dalam beberapa hari terakhir ini. Dalam laporan keuangan tersebut Alphabet mengumumkan bahwa Perusahaan berhasil memperoleh pendapatan sebesar US$ 65,12 miliar atau setara dengan Rp 931,21 triliun (kurs Rp 14.300/US$). Angka tersebut 2,81% lebih besar dari perkiraan Refinitiv. China kembali menjadi sorotan berkaitan dengan fenomena gagal bayar (default) atas bunga surat utang (obligasi) yang diterbitkan dengan mata uang asing yang dialami beberapa 'raksasa' propertinya. Setelah geger Evergrande Group, Fantasia Holdings dan Sinic Holdings, kini bertambah lagi pengembang properti asal Beijing, Modern Land, mengalami nasib serupa yakni gagal bayar obligasi. Perusahaan yang tidak mampu membayar kupon obligasi terus bertambah, meskipun dua minggu lalu pemerintah China melalui Bank Sentralnya mengatakan pada Jumat (15/10) bahwa krisis utang Evergrande adalah fenomena individu, bukan secara umum dan menegaskan bahwa sektor real estat China masih stabil.
Indonesia
Bank Indonesia (BI) berencana untuk memperpanjang kebijakan uang muka atau Down Payment (DP) 0% hingga 2023. Dalam rangka mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, saat ini BI telah melanjutkan pelonggaran DP 0% pembiayaan kendaraan bermotor dan pembelian semua jenis properti, mulai dari rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan. Kebijakan DP 0% tersebut berlaku efektif 1 Januari 2022 sampai dengan 31 Desember 2022.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan pertumbuhan kredit tahun ini mencapai 4-5%. Ditopang oleh cukup tingginya penyaluran kredit di sisi modal kerja dan konsumsi. Tercatat hingga September 2021, pertumbuhan kredit sudah di jalur positif dengan realisasi 2,21% yoy dan 3,12% ytd.
Sumber data : Bloomberg dan Infovesta (Closing Market).
Disclaimer : Dokumen ini tidak diperuntukan sebagai suatu penawaran, atau permohonan dari suatu penawaran, permintaan untuk membeli atau menjual efek dan segala hal yang berhubungan dengan efek. Seluruh informasi dan opini yang terdapat dalam dokumen ini dengan cara baik telah dihimpun dari atau berasal dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan diandalkan. Tidak ada pengatasnamaan atau jaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari BNI termasuk pihak-pihak lain dari Grup BNI dari mana dokumen ini dapat diperoleh, terhadap keakuratan atau kelengkapan dari informasi yang terdapat dalam dokumen ini. Seluruh pendapat dan perkiraan dalam laporan ini merupakan pertimbangan kami pada tanggal tertera dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
Investment Specialist : Samuel Panjaitan, Tristian Kurniawan, Panji Tofani, Edo Yonathan, Rynaldi Kresna Adiprana.