Wednesday, 15 December 2021
"If you’re the smartest person in the room, you’re in the wrong room."
–Marissa Mayer–
Indikator
Global Market
Tidak serempaknya progres pemulihan ekonomi masing-masing negara, menimbulkan perbedaan arah kebijakan. Saat ini, beberapa negara khususnya negara maju, sudah mulai melakukan pengurangan penambahan likuiditas (tapering off), termasuk Amerika Serikat (AS). Di waktu yang sama, saat ini Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan kebijakan moneternya untuk tetap longgar dan bahkan suku bunga acuan masih berada di level terendah sepanjang sejarah yaitu 3,5%. OECD memandang ini bisa menjadi ancaman bagi pergerakan pasar keuangan Indonesia. Kemungkinan hengkangnya arus modal asing dari pasar keuangan domestik ini bisa mengakibatkan tekanan pada nilai tukar rupiah dan suku bunga.
Dikutip dari CNBC Indonesia, BlackRock Perusahaan investasi dengan aset kelolaan US$ 9,45 triliun mengatakan dalam laporannya bahwa Bank-Bank Sentral utama dunia yang beroperasi dengan lebih banyak inflasi daripada yang mereka alami di masa lalu, menunjukkan reaksi kebijakan yang jauh lebih tenang. Meski demikian Perusahaan investasi itu tetap percaya dan memperkirakan The Fed akan memulai kenaikan suku bunga pada tahun 2022 tetapi tidak bereaksi agresif terhadap inflasi. Bank Sentral Eropa (ECB) memiliki situasi yang berbeda. Menurut BackRock, ECB masih ingin agar inflasi menetap di angka 2%. Proyeksi inflasi jangka menengah ECB kemungkinan akan berada di bawah target 2%. Itu menunjukkan stimulus kebijakan yang sedang berlangsung.
Indonesia
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Oktober 2021 terpantau menurun. Dikutip dari KONTAN, Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi ULN pada bulan Oktober 2021 sebesar US$ 422,3 miliar. Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, ULN tersebut turun 0,35% month on month (mom) dari posisi bulan sebelumnya yang sebesar US$ 423,8 miliar. Seiring dengan penurunan ULN tersebut, rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ikut turun yaitu di kisaran 36,1% PDB atau lebih rendah dari 37,0% pada bulan sebelumnya.
Kementerian Keuangan akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel dengan target Rp 100 triliun pada tahun depan. Target tersebut naik dari 2021 yang sebanyak Rp 97,2 triliun. Kemenkeu mengatakan, pihaknya akan terus melihat kondisi market dan respon dari investor. Target SBN ritel tersebut akan terus fleksibel dengan melihat faktor minat masyarakat, kondisi market, kebutuhan kas.
Ditjen Pajak optimistis penerimaan pajak bisa mencapai 100% pada tahun ini. Ditjen Pajak mengklaim, per 13 Desember 2021, penerimaan pajak sudah melebihi 90% dari target penerimaan yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Dengan demikian, maka realisasi penerimaan pajak sudah tembus Rp 1.106,63 triliun pada Senin. Di mana, target penerimaan pajak yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 1.229,59 triliun.
Sumber data : Bloomberg dan Infovesta (Closing Market).
Disclaimer : Dokumen ini tidak diperuntukan sebagai suatu penawaran, atau permohonan dari suatu penawaran, permintaan untuk membeli atau menjual efek dan segala hal yang berhubungan dengan efek. Seluruh informasi dan opini yang terdapat dalam dokumen ini dengan cara baik telah dihimpun dari atau berasal dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan diandalkan. Tidak ada pengatasnamaan atau jaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari BNI termasuk pihak-pihak lain dari Grup BNI dari mana dokumen ini dapat diperoleh, terhadap keakuratan atau kelengkapan dari informasi yang terdapat dalam dokumen ini. Seluruh pendapat dan perkiraan dalam laporan ini merupakan pertimbangan kami pada tanggal tertera dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
Investment Specialist : Samuel Panjaitan, Tristian Kurniawan, Panji Tofani, Edo Yonathan, Rynaldi Kresna Adiprana.