Thursday, 16 December 2021
"Many things are improbable, only a few are impossible."
–Elon Musk–
Indikator
Global Market
Dikutip dari KONTAN, Federal Reserve mengatakan akan mengakhiri pembelian obligasi era pandemi pada Maret seiring target inflasinya yang telah terpenuhi, dan membuka jalan bagi kenaikan suku bunga sekitar 0,75% pada akhir 2022 sejalan dengan berakhirnya kebijakan yang diberlakukan pada awal krisis kesehatan. Dalam proyeksi ekonomi baru yang dirilis setelah akhir pertemuan kebijakan dua hari, para pejabat memperkirakan bahwa inflasi akan mencapai 2,6% tahun depan, dibandingkan dengan 2,2% yang diproyeksikan pada bulan September, dan tingkat pengangguran akan turun menjadi 3,5% - mendekati atau melebihi kesempatan kerja penuh. Akibatnya, pejabat memproyeksikan suku bunga acuan Bank Sentral AS akan perlu naik dari level mendekati nol saat ini menjadi 0,90% pada akhir 2022. Itu akan menjadi era siklus kenaikan suku bunga, yang diperkirakan tingkat suku bunga kebijakan Fed naik menjadi 1,6% pada tahun 2023 dan 2,1% pada tahun 2024.
Kongres AS menyetujui peningkatan batas utang pemerintah federal sebesar US$ 2,5 triliun menjadi sekitar US$ 31,4 triliun dan mengirimkan RUU tersebut kepada Presiden Joe Biden untuk ditandatangani guna menghindari default yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dilansir dari Reuters, sebelum hal ini, ada kebuntuan selama berbulan-bulan antara Demokrat dan Republik, yang terakhir mencoba memaksa partai Biden untuk menaikkan anggaran utangnya dari level saat ini sebesar US$ 28,9 triliun.
Ketua Uni Eropa (UE) Ursula von der Leyen pada Rabu (15/12) memperingatkan, varian Omicron bisa menjadi dominan di Eropa bulan depan, tetapi blok 27 negara itu memiliki cukup vaksin untuk memerangi pandemi. Von der Leyen bersikeras, ada "dosis vaksin yang cukup untuk setiap orang Eropa sekarang", ketika negara-negara UE mendorong untuk memberikan suntikan booster untuk memerangi varian Omicron yang menyebar dengan cepat.
Indonesia
Indonesia kembali mencetak surplus pada November 2021. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan pada bulan November 2021 sebesar US$ 3,51 miliar. Bila menilik data BPS, secara tren berarti neraca perdagangan membukukan surplus selama 19 bulan secara beruntun. Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, surplus pada bulan November 2021 ini didorong oleh nilai ekspor yang masih lebih tinggi daripada nilai impor.
Bank Indonesia (BI) diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga acuan bulan ini. Risiko tekanan terhadap nilai tukar rupiah sepertinya jadi pertimbangan utama. Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Desember 2021 pada 15-16 Desember 2021. Selain menentukan suku bunga acuan, RDG juga memberikan penilaian atas kondisi perekonomian terkini baik global maupun nasional.
Sumber data : Bloomberg dan Infovesta (Closing Market).
Disclaimer : Dokumen ini tidak diperuntukan sebagai suatu penawaran, atau permohonan dari suatu penawaran, permintaan untuk membeli atau menjual efek dan segala hal yang berhubungan dengan efek. Seluruh informasi dan opini yang terdapat dalam dokumen ini dengan cara baik telah dihimpun dari atau berasal dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan diandalkan. Tidak ada pengatasnamaan atau jaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari BNI termasuk pihak-pihak lain dari Grup BNI dari mana dokumen ini dapat diperoleh, terhadap keakuratan atau kelengkapan dari informasi yang terdapat dalam dokumen ini. Seluruh pendapat dan perkiraan dalam laporan ini merupakan pertimbangan kami pada tanggal tertera dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
Investment Specialist : Samuel Panjaitan, Tristian Kurniawan, Panji Tofani, Edo Yonathan, Rynaldi Kresna Adiprana.